Bismillahirrohmanirrohim
(dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)
(dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)
Di kajian ini akan di
bahas tentang 10 nama-nama Allah yang wajib di ketahui di samping 99 nama-Nya,
antara lain: Al-Muqsith, Al-Warits, An-Naafi’, Al-Baasith, Al-Hsfiidz,
Al-Waliy, Al-Waduud, Ar-Roofi’, Al-Mu’iz, dan Al-Afuww.
1. AL-MUQSITH: Allah Yang Maha Mengadili
Ditinjau dari segi etimologi Al-Muqsith merupakan bentuk
derivasi dari kata “akhshatha-yuqshithu” yang berarti “Mengadili”. Menurut
terminologi Al-Muqsith dapat diambil suatu pergertian bahwa Allah sebagai dzat
yang paling berhak mengadili segala urusan baik di dunia maupun di akhirat.
Allah swt. berfirman:
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia
(yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang
yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia
(yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. Ali Imron:
18)
Maha mengadili adalah sifat Allah yang bertindak dan
menyebarkan keadilan atas orang yang salah. Kesempurnaannya terletak pada
mengaitkan tidak hanya kepuasan orang yang salah, tetapi juga orang yang
menyalahi, hal ini adalah keadilan dan keseimbangan tinggi dari Allah.
Keadilan semacam ini tidak mungkin dimiliki siapapun kecuali
Allah. Kemampuan mengadili yang dimiliki Allah tidak dibatasi oleh ruang dan
waktu serta tidak dibatasi oleh kekuasaan ataupun kekuatan apapun. Pengadilan
Allah berlaku dalam kehidupan di dunia melalui hukum-hukum alam (Sunnatullah)
yang ditetapkan dan berlaku untuk semua makhluknya.
Pengadilan yang paling besar dan agung akan terjadi setelah
kiamat. Pada saat itulah manusia akan dibangkitkan dari alam kubur, untuk
menjalani proses pengadilan, dan tidak akan satu manusia pun yang terlewatkan
guna menentukan kehidupan di alam abadi ke Surga atau ke Neraka. Semua makhluk
akan benar-benar merasakan dan menerima keputusan dan keadilan Allah.
2. AL-WARITS: Allah Yang Maha Mewarisi
Ditinjau dari segi etimologi Al-Warits memiliki
arti kekal setelah binasanya makhluk dan pihak yang menerima kepemilikan dan
mewarisi setelah kematian makhluk. Sifat Al-Warits termaktub dalam ayat Al
Qur’an:
“Dan Sesungguhnya benar-benar Kami-lah yang menghidupkan dan
mematikan dan Kami (pulalah) yang mewarisi.” (QS. al-Hijr: 23)
Apabila kita merujuk pada Nash Al-Qur’an bahwa
sesungguhnya Allahlah pemilik langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya.
Allahlah yang menciptakan Adam sebagai khalifah di bumi, karena Dia hendak
menguji siapa diantara anak adam yang paling baik amalanya pada saat mengemban
misi sebagai hamba dan kholifatullah fil ardi. Mereka dari generasi ke generasi
saling mewarisi apabila dari golongan mereka berakhir, tapi apa yang diwarisi
tersebut hanyalah kepemilikan sementara. Semua pinjaman dari Allah kepada makhluk-makhluk-Nya
tersebut harus dikembalikan secara utuh kepada-Nya, dan yang tersisa hanyalah
Allah sebagai Al-Warits. Firman Allah:
“dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit
dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Ali Imron: 180)
3. AN-NAAFI’U: Allah Yang Maha Pemberi Manfaat
Ditinjau dari segi etimologi An-Naafi’u memiliki
arti “Maha Menberi Manfaat”. Nama Allah ini biasanya digunakan untuk zikir dan
munajat, dengan demikian mengingat An-Naafi’u akan memberi makna bahwa Allahlah
yang sanggup menganugerahkan manfaat untuk manusia. Allah berfirman:
“Dan mereka menyembah selain Allah apa yang
tidak memberi manfaat kepada mereka dan tidak (pula) memberi mudharat kepada
mereka. Adalah orang-orang kafir itu penolong (syaitan untuk berbuat durhaka)
terhadap Tuhannya.” (QS. Al-Furqan: 55)
Allah sebagai zat yang paling berkuasa untuk
menganugerahkan manfaat kepada seluruh makhluknya. Dan juga sebaliknya Allah
swt. sebagai satu-satunya zat yang berkuasa mendatangkan madzarat bagi semua
makhluk-nya. Baik manfaat ataupun madzarat yang Allah berikan kepada
makhluk-Nya sebagai bukti kekuasaan Allah terhadap makhluk-Nya. Karena itu
manusia sebagai makhluk yang memiliki kesadaran (berfikir) akan keberadaan
Allah, maka manusia harus menunjukkan sikap positif terhadap semua manfaat
diberikan Allah kepadanya. Kesadaran terhadap semua manfaat yang diberikan
manusia, akan melahirkan sikap syukur dan taat terhadap semua ketentuannya.
Demikian juga sebaliknya jika manusia tidak menyadari akan manfaat yang telah
dianugerahkan Allah swt. kepadanya, maka akan melahirkan sikap kufur dan
dzalim.
4. AL-BAASITH: Allah Yang Maha Melapangkan
Ditinjau dari segi etimologi Al-Baasith
merupakan bentuk derivasi kata “basatha-yabsuthu” yang memiliki arti melampangkan.
Menurut terminologi Al-Baasith dapat diambil pengertian bahwa Allah sebagai
dzat yang berkuasa untuk mencukupi segala kebutuhan hidup dan menentukan segala
urusan yang dihadapi makhluk-Nya. Allah berfirman:
“Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezki kepada
siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya; Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui
lagi Maha Melihat akan hamba-hambanya.” (QS. al-Isra’: 30)
Maha melampangkan merupakan salah satu sifat
Allah, Dia-lah yang memberikan ruh dalam raga manusia pada awal kehidupan dan
mencabutnya kembali pada saat kematian. Dengan sifat kelapangan-Nya dan
kebijaksanaan-Nya, Allah melipat gandakan atau melimpahkan sarana rezeki kepada
siapa yang dikehendaki-Nya begitu pula sebaliknya.
Karunia yang dianugerahkan Allah atas makhluk-Nya
adalah nilai yang tak terbatas. Kalau sekiranya nikmat Allah dihitung, niscaya
kita tak dapat menghitungnya. Contoh kecil, misalnya rambut yang tumbuh di atas
kepala saja yang melindungi dari teriknya matahari dan organ lain yang sangat
berguna bagi manusia. Itulah kelapangan yang diberikan Allah kepada kita, yang
mana bila Allah menghendaki memberikan kelapangan karunianya, maka tiada satu
pun makhluk yang dapat menghalangi-Nya.
5. AL-HAFIIDZ: Allah Yang Maha Menjaga
Ditinjau dari segi etimologi Al-Hafiidz
mempunyai arti menjaga segala sesuatu agar tidak berubah. Sebagaimana
firman-Nya:
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan
Al-Qur’an, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al-Hijr: 9)
Secara terminologi bahwa Allah sebagai dzat yang
berkuasa untuk menjaga dan mengendalikan segala ciptaan dan segala urusan yang
terjadi dalam kehidupan dunia maupun akhirat.
Allah berfirman:
“Maka Allah adalah Sebaik-baik penjaga dan Dia
adalah Maha Penyayang diantara Para Penyayang.” (QS. Yusuf: 64)
Ibnu Manzhur menuturkan; dengan Allah berfisat
‘Al-Hafizh’, maka tak satu partikel atompun terlepas dari pengawasan dan
pemeliharaan-Nya atas apa yang mereka lakukan. Dan Dia juga memelihara langit
dan bumi dengan segala kekuasaan-Nya. Firman Allah:
“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak
mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaa-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada
yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui
apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak
mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi
Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara
keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. al-Baqarah: 255)
Penjagaan Allah atas langit dapat dipahami dari
tiga hal: 1. Allah menjaga makhluk dari kerusakan dan kehancuran, 2. Allah
menjaga (Menghitung, Mencatat, Memberi balasan atas perbuatan hamba), 3. Allah
menjaga para wali-Nya yang melindungi mereka dari kemungkinan berbuat dosa, dan
menjaga mereka dari godaan dan bujukan syetan, agar terhindar dari keburukan
dan fitnah syetan.
6. AL-WALI: Allah Yang Maha Melindungi
Dilihat dari segi lughowi Al-Wali memiliki arti
“Yang Maha Melindungi. Secara maknawi Al-Wali mengandung pemahaman bahwa Allah
akan selalu melindungi semua makhluk ciptaan-Nya dari segala gangguan yang
mengancam kehidupannya, Allah memberi jaminan keamanan dan keberlangsungan hidup
makhluk-makhluk-Nya. Firman Allah:
“Tiadakah kamu mengetahui bahwa kerajaan langit
dan bumi adalah kepunyaan Allah? Dan tiada bagimu selain Allah seorang
pelindung maupun seorang penolong.” (QS. al-Baqarah: 107)
Maha melindungi adalah sifat Allah yang
berhubungan dengan pertolongan yang diberikan atas seseorang dari gangguan dan
bahaya yang ditimbulkan orang lain. Makna pertolongan Allah itu jelas, karena
Dia akan menolong orang beriman dan orang-orang yang berfihak kepada-Nya dan
Allah tidak melihat jumlahnya. Baginya sedikit maupun banyak sama saja, bila
Dia menghendaki memberi pertolongan kepada orang yang beriman , maka tentu akan
mendapat kemenangan. Sebagai contoh perang Badar, meskipun jumlah umat Islam
sedikit akan tetapi mereka mendapat kemenangan sebagai bukti akan adanya
pertolongan dan perlindungan Allah.
Firman Allah:
“Yang demikian itu karena Sesungguhnya Allah
adalah pelindung orang-orang yang beriman dan karena Sesungguhnya orang-orang
kafir itu tidak mempunyai pelindung.” (QS. Muhammad: 11)
7. AL-WADUUD: Allah Yang Maha Pengasih
Diantara sifat Allah swt. yang enak didengar dan
menyejukkan hati adalah Al-Waduud (Yang Maha Pengasih). Lafadz ini merupakan bentuk derivasi dari
kata “wadda-yawaddu” yang berarti mengasihi. Menurut istilah Al-Waduud memiliki
arti Allah memiliki sifat pengasih terhadap semua makhluk-Nya tanpa pilih kasih
terhadap siapapun sesuai ketentuan hukum yang telah ditetapkan-Nya. Firman
Allah:
“Sesungguhnya Dia-lah yang menciptakan (makhluk)
dari permulaan dan menghidupkannya (kembali). Dia-lah yang Maha Pengampun lagi
Maha Pengasih.” (QS. al-Buruj: 13-14)
Meurut pendapat Az Zujjaj “Al-Waduud” adalah
Allah sebagai zat yang mengasihi dan yang mencintai hamba-hamba-Nya yang
shaleh. Ibnu Qayyim menuturkan: Dialah yang Maha Mengasihi, yag mencintai dan
dicintai oleh kekasih-Nya dan keutamaan adalah bagi yang memberi karunia.
8. AR-ROOFI’: Allah Yang Maha Meninggikan
Ditinjau dari segi etimologi Ar-Roofi’ memiliki
arti “Yang Maha Meninggikan”. Kata ini merupakan bentuk derivasi dari “rafa’a-yarfa’u”
yang berarti meninggikan atau mengangkat. Menurut terminologi Ar-Rofi’
mengandung arti bahwa Allah berkuasa untuk mengangkat harkat dan martabat
makhluk-Nya yang dikehendaki-Nya pada derajat yang sempurna. Firman Allah:
“Apabila terjadi hari kiamat. Tidak seorangpun
dapat berdusta tentang kejadiannya. (Kejadian itu) merendahkan (satu golongan)
dan meninggikan (golongan yang lain).” (QS. al-Waqi’ah: 1-3)
Allah Maha Meninggikan derajat mereka yang
beriman kepada Allah swt dan bertaqwa kepadanya serta mereka yang senantiasa
mendekatkan/tawadlu’ kepada-Nya. Sebaliknya Dia merendahkan dan menghinakan
orang-orang yang kafir yang ingkar kepada-Nya, dan yang senantiasa mengingkari
atas nikmat yang diberikan-Nya.
9. AL-MU’IZZU: Allah Yang Maha Memuliakan
Ditinjau dari segi etimologi “Al-Mu’izzu”
artinya yaitu “Yang Maha Memuliakan”. Merupakan bentuk derivasi dari kata
“a’azza-yu’izzu” yang berarti memuliakan. Secara terminologi Al-Mu’izzu artinya
yaitu segala kemuliaan menjadi milik Allah dan akan diberikan kepada siapapun
yang dikehendaki. Firman Allah:
“Katakanlah: “Wahai Tuhan yang mempunyai
kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau
cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau
kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah
segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”” (QS.
Ali Imron: 26)
Allah menganugerahkan kemuliaan orang-orang yang
tabir hatinya telah menerima petunjuk Allah sehingga mereka mengetahui akan
kebenaran hakiki firman-firman Allah swt. Mereka diberi ketenangan hati
sehingga tak lagi memerlukan apa-apa selain Allah. Mereka diberikan kekuatan
dan kemantapan sehingga bisa mengendalikan hawa nafsunya. Allah juga memuliakan
mereka di akhirat yakni dapat menemui-Nya. Allah akan memanggil mereka dan
berfirman “Wahai jiwa yang tenang kembalilah kepada Tuhanmu” .
Dalam realita kehidupan sehari-hari, tidak semua
orang bisa memperoleh kemuliaan dari Allah. Ada sebagian manusia yang
memperoleh kehinaan akibat perbuatan yang dilakukan yang hanya mengikuti hawa
nafsunya. Allah menyatakan dalam firman-Nya:
“Orang-orang munafik memanggil orang-orang
Mu’min, “Bukankah kami dahulu bersama kamu?” Mereka menjawab, “Benar, tetapi
kamu mencelakakan dirimu sendiri, dan hanya menunggu, meragukan (janji Allah)
dan ditipu oleh angan-angan kosong sampai datang ketetapan Allah; dan penipu
(setan) datang memperdaya kamu tentang Allah.”” (QS. al-Hadid: 14)
10. AL-AFUWW: Allah Yang Maha Pemaaf
Secara etimologi Al-‘Afuww berasal dari
“’afaa-ya’fuu” yang berarti memaafkan. Dengan sifat Allah bersifat Al-‘Afuww
dapat dipahami bahwa Allah banyak memaafkan. Sedang kata Al-‘Afuww artinya
yaitu memaafkan dosa-dosa dan tidak membalas orang-orang yang berbuat salah.
Imam Ghazali berpendapat, bahwa Al-‘Afuww yaitu
yang menghapuskan keburukan-keburukan dan mengampuni perbuatan keji. Kata ini
sangat dekat dengan Al-Ghafur, tetapi lebih kuat tekanan maknanya, karena kata
Al-Ghafur itu mengacu pada arti penutupan dosa, sedangkan kata Al-‘Afuww
mengacu pada arti penghapusan dosa. Dengan demikian tentu penghapusan lebih
kuat tekanannya daripada penutupan dosa.
Allah memberikan karunianya yang berupa ampunan
karena keterbatasan dan ketidakmampuan hamba yang telah terlanjur berbuat salah
dan dosa. Salah satu sifat pemaaf-Nya adalah bahwa Dia menutupi sebagian besar
dosa hamba-hamba-Nya kelak di akhirat. Dia memperlihatkan kepada mereka
sejumlah dosa mereka, kemudian memberikan kabar gembira kepada mereka akan pengampunan-Nya
bahkan Dia akan menggantikannya dengan kebaikan. Maha suci Allah, sungguh maha
Agung dan maha mulia-Nya Dia. Sungguh maha agung maaf dan ampunan-Nya. Sebagai
hamba kita harus mengetahui keluasan maaf Allah, selalu mohon maaf-Nya, dan
memohon kepada-Nya agar Dia ampuni dengan sifat pemaaf dan kedermawanan-Nya.
Dalam penghujung surat Al Baqarag, orang-orang Mu’min, mereka senantiasa berdoa
kepada Tuhan dengan mengucapkan:
“Allah tidak membebani seseorang melainkan
sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang
diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.
(mereka berdoa): “Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau hukum Kami jika Kami lupa
atau Kami tersalah. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau bebankan kepada Kami beban
yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya
Tuhan Kami, janganlah Engkau pikulkan kepada Kami apa yang tak sanggup Kami
memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah
penolong Kami, Maka tolonglah Kami terhadap kaum yang kafir.”” (QS. al-Baqarah:
286)
Maaf Allah itu luas, demikian kata Ibnu Qayyim:
“Dia Maha Pemaaf, yang Pemaaf-Nya meliputi semua makhluk. Kalau karena tidak
maaf-Nya, niscaya bumi akan terbenam dengan membawa seluruh penduduknya”.
Allah juga menyeruh kepada hamba-Nya untuk
memaafkan oarang yang telah berlaku dzalim kepada mereka dan mengampuni orang
yang tidak tahu, jika mampu. Kepada mereka, Allah menjanjikan maaf dan
ampunan-Nya sebagaimana balasan-Nya:
“Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah saw.
bersabda: “shadaqah itu tidak mengurangi harta, dengan maaf, Allah akan
menambah kemuliaan kepada seorang hamba; dan ketika seorang bersikap rendah
hati karena Allah akan mengangkatnya.”” (HR. At-Tirmidzi: 1952)
Apa Itu Khodam Jin Dan Dampaknya ? -
ReplyDeleteCara Mendatangan GoLongan Jin
Difinisi Khodam Ilmu Spiritual Lengkap . -
Ilmu Cara Menarik Khodam / Perewangan
- Ilmu Merubah Kertas / Daun Jadi Uang
Kasiat Dzikir Ya Latifu Dan Khodamnya -
Thanks info nya.. Boleh di coba nih..;)
ReplyDelete