Saturday, August 9, 2014

Bismillahirrohmanirrohim 
(dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)

Di kajian ini akan di bahas tentang 10 nama-nama Allah yang wajib di ketahui di samping 99 nama-Nya, antara lain: Al-Muqsith, Al-Warits, An-Naafi’, Al-Baasith, Al-Hsfiidz, Al-Waliy, Al-Waduud, Ar-Roofi’, Al-Mu’iz, dan Al-Afuww.
   1.    AL-MUQSITH: Allah Yang Maha Mengadili
Ditinjau dari segi etimologi Al-Muqsith merupakan bentuk derivasi dari kata “akhshatha-yuqshithu” yang berarti “Mengadili”. Menurut terminologi Al-Muqsith dapat diambil suatu pergertian bahwa Allah sebagai dzat yang paling berhak mengadili segala urusan baik di dunia maupun di akhirat. Allah swt. berfirman:
Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. Ali Imron: 18)
Maha mengadili adalah sifat Allah yang bertindak dan menyebarkan keadilan atas orang yang salah. Kesempurnaannya terletak pada mengaitkan tidak hanya kepuasan orang yang salah, tetapi juga orang yang menyalahi, hal ini adalah keadilan dan keseimbangan tinggi dari Allah.
Keadilan semacam ini tidak mungkin dimiliki siapapun kecuali Allah. Kemampuan mengadili yang dimiliki Allah tidak dibatasi oleh ruang dan waktu serta tidak dibatasi oleh kekuasaan ataupun kekuatan apapun. Pengadilan Allah berlaku dalam kehidupan di dunia melalui hukum-hukum alam (Sunnatullah) yang ditetapkan dan berlaku untuk semua makhluknya.
Pengadilan yang paling besar dan agung akan terjadi setelah kiamat. Pada saat itulah manusia akan dibangkitkan dari alam kubur, untuk menjalani proses pengadilan, dan tidak akan satu manusia pun yang terlewatkan guna menentukan kehidupan di alam abadi ke Surga atau ke Neraka. Semua makhluk akan benar-benar merasakan dan menerima keputusan dan keadilan Allah.
  2.    AL-WARITS: Allah Yang Maha Mewarisi
Ditinjau dari segi etimologi Al-Warits memiliki arti kekal setelah binasanya makhluk dan pihak yang menerima kepemilikan dan mewarisi setelah kematian makhluk. Sifat Al-Warits termaktub dalam ayat Al Qur’an:
Dan Sesungguhnya benar-benar Kami-lah yang menghidupkan dan mematikan dan Kami (pulalah) yang mewarisi.” (QS. al-Hijr: 23)
Apabila kita merujuk pada Nash Al-Qur’an bahwa sesungguhnya Allahlah pemilik langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya. Allahlah yang menciptakan Adam sebagai khalifah di bumi, karena Dia hendak menguji siapa diantara anak adam yang paling baik amalanya pada saat mengemban misi sebagai hamba dan kholifatullah fil ardi. Mereka dari generasi ke generasi saling mewarisi apabila dari golongan mereka berakhir, tapi apa yang diwarisi tersebut hanyalah kepemilikan sementara. Semua pinjaman dari Allah kepada makhluk-makhluk-Nya tersebut harus dikembalikan secara utuh kepada-Nya, dan yang tersisa hanyalah Allah sebagai Al-Warits. Firman Allah:
dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Ali Imron: 180)
  3.    AN-NAAFI’U: Allah Yang Maha Pemberi Manfaat
Ditinjau dari segi etimologi An-Naafi’u memiliki arti “Maha Menberi Manfaat”. Nama Allah ini biasanya digunakan untuk zikir dan munajat, dengan demikian mengingat An-Naafi’u akan memberi makna bahwa Allahlah yang sanggup menganugerahkan manfaat untuk manusia. Allah berfirman:
Dan mereka menyembah selain Allah apa yang tidak memberi manfaat kepada mereka dan tidak (pula) memberi mudharat kepada mereka. Adalah orang-orang kafir itu penolong (syaitan untuk berbuat durhaka) terhadap Tuhannya.” (QS. Al-Furqan: 55)
Allah sebagai zat yang paling berkuasa untuk menganugerahkan manfaat kepada seluruh makhluknya. Dan juga sebaliknya Allah swt. sebagai satu-satunya zat yang berkuasa mendatangkan madzarat bagi semua makhluk-nya. Baik manfaat ataupun madzarat yang Allah berikan kepada makhluk-Nya sebagai bukti kekuasaan Allah terhadap makhluk-Nya. Karena itu manusia sebagai makhluk yang memiliki kesadaran (berfikir) akan keberadaan Allah, maka manusia harus menunjukkan sikap positif terhadap semua manfaat diberikan Allah kepadanya. Kesadaran terhadap semua manfaat yang diberikan manusia, akan melahirkan sikap syukur dan taat terhadap semua ketentuannya. Demikian juga sebaliknya jika manusia tidak menyadari akan manfaat yang telah dianugerahkan Allah swt. kepadanya, maka akan melahirkan sikap kufur dan dzalim.
  4.    AL-BAASITH: Allah Yang Maha Melapangkan
Ditinjau dari segi etimologi Al-Baasith merupakan bentuk derivasi kata “basatha-yabsuthu” yang memiliki arti melampangkan. Menurut terminologi Al-Baasith dapat diambil pengertian bahwa Allah sebagai dzat yang berkuasa untuk mencukupi segala kebutuhan hidup dan menentukan segala urusan yang dihadapi makhluk-Nya. Allah berfirman:
Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya; Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hambanya.” (QS. al-Isra’: 30)
Maha melampangkan merupakan salah satu sifat Allah, Dia-lah yang memberikan ruh dalam raga manusia pada awal kehidupan dan mencabutnya kembali pada saat kematian. Dengan sifat kelapangan-Nya dan kebijaksanaan-Nya, Allah melipat gandakan atau melimpahkan sarana rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya begitu pula sebaliknya.
Karunia yang dianugerahkan Allah atas makhluk-Nya adalah nilai yang tak terbatas. Kalau sekiranya nikmat Allah dihitung, niscaya kita tak dapat menghitungnya. Contoh kecil, misalnya rambut yang tumbuh di atas kepala saja yang melindungi dari teriknya matahari dan organ lain yang sangat berguna bagi manusia. Itulah kelapangan yang diberikan Allah kepada kita, yang mana bila Allah menghendaki memberikan kelapangan karunianya, maka tiada satu pun makhluk yang dapat menghalangi-Nya.
  5.    AL-HAFIIDZ: Allah Yang Maha Menjaga
Ditinjau dari segi etimologi Al-Hafiidz mempunyai arti menjaga segala sesuatu agar tidak berubah. Sebagaimana firman-Nya:
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al-Hijr: 9)
Secara terminologi bahwa Allah sebagai dzat yang berkuasa untuk menjaga dan mengendalikan segala ciptaan dan segala urusan yang terjadi dalam kehidupan dunia maupun akhirat.
Allah berfirman:
Maka Allah adalah Sebaik-baik penjaga dan Dia adalah Maha Penyayang diantara Para Penyayang.” (QS. Yusuf: 64)
Ibnu Manzhur menuturkan; dengan Allah berfisat ‘Al-Hafizh’, maka tak satu partikel atompun terlepas dari pengawasan dan pemeliharaan-Nya atas apa yang mereka lakukan. Dan Dia juga memelihara langit dan bumi dengan segala kekuasaan-Nya. Firman Allah:
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaa-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. al-Baqarah: 255)
Penjagaan Allah atas langit dapat dipahami dari tiga hal: 1. Allah menjaga makhluk dari kerusakan dan kehancuran, 2. Allah menjaga (Menghitung, Mencatat, Memberi balasan atas perbuatan hamba), 3. Allah menjaga para wali-Nya yang melindungi mereka dari kemungkinan berbuat dosa, dan menjaga mereka dari godaan dan bujukan syetan, agar terhindar dari keburukan dan fitnah syetan.
  6.    AL-WALI: Allah Yang Maha Melindungi
Dilihat dari segi lughowi Al-Wali memiliki arti “Yang Maha Melindungi. Secara maknawi Al-Wali mengandung pemahaman bahwa Allah akan selalu melindungi semua makhluk ciptaan-Nya dari segala gangguan yang mengancam kehidupannya, Allah memberi jaminan keamanan dan keberlangsungan hidup makhluk-makhluk-Nya. Firman Allah:
Tiadakah kamu mengetahui bahwa kerajaan langit dan bumi adalah kepunyaan Allah? Dan tiada bagimu selain Allah seorang pelindung maupun seorang penolong.” (QS. al-Baqarah: 107)
Maha melindungi adalah sifat Allah yang berhubungan dengan pertolongan yang diberikan atas seseorang dari gangguan dan bahaya yang ditimbulkan orang lain. Makna pertolongan Allah itu jelas, karena Dia akan menolong orang beriman dan orang-orang yang berfihak kepada-Nya dan Allah tidak melihat jumlahnya. Baginya sedikit maupun banyak sama saja, bila Dia menghendaki memberi pertolongan kepada orang yang beriman , maka tentu akan mendapat kemenangan. Sebagai contoh perang Badar, meskipun jumlah umat Islam sedikit akan tetapi mereka mendapat kemenangan sebagai bukti akan adanya pertolongan dan perlindungan Allah.
Firman Allah:
Yang demikian itu karena Sesungguhnya Allah adalah pelindung orang-orang yang beriman dan karena Sesungguhnya orang-orang kafir itu tidak mempunyai pelindung.” (QS. Muhammad: 11)
  7.    AL-WADUUD: Allah Yang Maha Pengasih
Diantara sifat Allah swt. yang enak didengar dan menyejukkan hati adalah Al-Waduud (Yang Maha Pengasih).  Lafadz ini merupakan bentuk derivasi dari kata “wadda-yawaddu” yang berarti mengasihi. Menurut istilah Al-Waduud memiliki arti Allah memiliki sifat pengasih terhadap semua makhluk-Nya tanpa pilih kasih terhadap siapapun sesuai ketentuan hukum yang telah ditetapkan-Nya. Firman Allah:
Sesungguhnya Dia-lah yang menciptakan (makhluk) dari permulaan dan menghidupkannya (kembali). Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Pengasih.” (QS. al-Buruj: 13-14)
Meurut pendapat Az Zujjaj “Al-Waduud” adalah Allah sebagai zat yang mengasihi dan yang mencintai hamba-hamba-Nya yang shaleh. Ibnu Qayyim menuturkan: Dialah yang Maha Mengasihi, yag mencintai dan dicintai oleh kekasih-Nya dan keutamaan adalah bagi yang memberi karunia.
  8.    AR-ROOFI’: Allah Yang Maha Meninggikan
Ditinjau dari segi etimologi Ar-Roofi’ memiliki arti “Yang Maha Meninggikan”. Kata ini merupakan bentuk derivasi dari “rafa’a-yarfa’u” yang berarti meninggikan atau mengangkat. Menurut terminologi Ar-Rofi’ mengandung arti bahwa Allah berkuasa untuk mengangkat harkat dan martabat makhluk-Nya yang dikehendaki-Nya pada derajat yang sempurna. Firman Allah:
Apabila terjadi hari kiamat. Tidak seorangpun dapat berdusta tentang kejadiannya. (Kejadian itu) merendahkan (satu golongan) dan meninggikan (golongan yang lain).” (QS. al-Waqi’ah: 1-3)
Allah Maha Meninggikan derajat mereka yang beriman kepada Allah swt dan bertaqwa kepadanya serta mereka yang senantiasa mendekatkan/tawadlu’ kepada-Nya. Sebaliknya Dia merendahkan dan menghinakan orang-orang yang kafir yang ingkar kepada-Nya, dan yang senantiasa mengingkari atas nikmat yang diberikan-Nya.
  9.    AL-MU’IZZU: Allah Yang Maha Memuliakan
Ditinjau dari segi etimologi “Al-Mu’izzu” artinya yaitu “Yang Maha Memuliakan”. Merupakan bentuk derivasi dari kata “a’azza-yu’izzu” yang berarti memuliakan. Secara terminologi Al-Mu’izzu artinya yaitu segala kemuliaan menjadi milik Allah dan akan diberikan kepada siapapun yang dikehendaki. Firman Allah:
Katakanlah: “Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”” (QS. Ali Imron: 26)
Allah menganugerahkan kemuliaan orang-orang yang tabir hatinya telah menerima petunjuk Allah sehingga mereka mengetahui akan kebenaran hakiki firman-firman Allah swt. Mereka diberi ketenangan hati sehingga tak lagi memerlukan apa-apa selain Allah. Mereka diberikan kekuatan dan kemantapan sehingga bisa mengendalikan hawa nafsunya. Allah juga memuliakan mereka di akhirat yakni dapat menemui-Nya. Allah akan memanggil mereka dan berfirman “Wahai jiwa yang tenang kembalilah kepada Tuhanmu” .
Dalam realita kehidupan sehari-hari, tidak semua orang bisa memperoleh kemuliaan dari Allah. Ada sebagian manusia yang memperoleh kehinaan akibat perbuatan yang dilakukan yang hanya mengikuti hawa nafsunya. Allah menyatakan dalam firman-Nya:
Orang-orang munafik memanggil orang-orang Mu’min, “Bukankah kami dahulu bersama kamu?” Mereka menjawab, “Benar, tetapi kamu mencelakakan dirimu sendiri, dan hanya menunggu, meragukan (janji Allah) dan ditipu oleh angan-angan kosong sampai datang ketetapan Allah; dan penipu (setan) datang memperdaya kamu tentang Allah.”” (QS. al-Hadid: 14)
10.  AL-AFUWW: Allah Yang Maha Pemaaf
Secara etimologi Al-‘Afuww berasal dari “’afaa-ya’fuu” yang berarti memaafkan. Dengan sifat Allah bersifat Al-‘Afuww dapat dipahami bahwa Allah banyak memaafkan. Sedang kata Al-‘Afuww artinya yaitu memaafkan dosa-dosa dan tidak membalas orang-orang yang berbuat salah.
Imam Ghazali berpendapat, bahwa Al-‘Afuww yaitu yang menghapuskan keburukan-keburukan dan mengampuni perbuatan keji. Kata ini sangat dekat dengan Al-Ghafur, tetapi lebih kuat tekanan maknanya, karena kata Al-Ghafur itu mengacu pada arti penutupan dosa, sedangkan kata Al-‘Afuww mengacu pada arti penghapusan dosa. Dengan demikian tentu penghapusan lebih kuat tekanannya daripada penutupan dosa.
Allah memberikan karunianya yang berupa ampunan karena keterbatasan dan ketidakmampuan hamba yang telah terlanjur berbuat salah dan dosa. Salah satu sifat pemaaf-Nya adalah bahwa Dia menutupi sebagian besar dosa hamba-hamba-Nya kelak di akhirat. Dia memperlihatkan kepada mereka sejumlah dosa mereka, kemudian memberikan kabar gembira kepada mereka akan pengampunan-Nya bahkan Dia akan menggantikannya dengan kebaikan. Maha suci Allah, sungguh maha Agung dan maha mulia-Nya Dia. Sungguh maha agung maaf dan ampunan-Nya. Sebagai hamba kita harus mengetahui keluasan maaf Allah, selalu mohon maaf-Nya, dan memohon kepada-Nya agar Dia ampuni dengan sifat pemaaf dan kedermawanan-Nya. Dalam penghujung surat Al Baqarag, orang-orang Mu’min, mereka senantiasa berdoa kepada Tuhan dengan mengucapkan:
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): “Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau hukum Kami jika Kami lupa atau Kami tersalah. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau bebankan kepada Kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau pikulkan kepada Kami apa yang tak sanggup Kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong Kami, Maka tolonglah Kami terhadap kaum yang kafir.”” (QS. al-Baqarah: 286)
Maaf Allah itu luas, demikian kata Ibnu Qayyim: “Dia Maha Pemaaf, yang Pemaaf-Nya meliputi semua makhluk. Kalau karena tidak maaf-Nya, niscaya bumi akan terbenam dengan membawa seluruh penduduknya”.
Allah juga menyeruh kepada hamba-Nya untuk memaafkan oarang yang telah berlaku dzalim kepada mereka dan mengampuni orang yang tidak tahu, jika mampu. Kepada mereka, Allah menjanjikan maaf dan ampunan-Nya sebagaimana balasan-Nya:
“Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: “shadaqah itu tidak mengurangi harta, dengan maaf, Allah akan menambah kemuliaan kepada seorang hamba; dan ketika seorang bersikap rendah hati karena Allah akan mengangkatnya.”” (HR. At-Tirmidzi: 1952)

2 comments: