Bismillahirrohmanirrohim
(dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)
(dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)
1. Pengertian Husnudz-dzan
Secara bahasa
husnudz-dzan berasal dari dua kata yaitu “husnu” (baik) dan “dzanni” (sangka),
dengan demikian kata tersebut memiliki arti berbaik sangka. Secara istilah
husnudzan diartikan berbaik sangka terhadap segala ketentuan dan ketetapan
Allah yang diberikan kepada manusia.
2. Kriteria Husnudz-dzan
Diantara
bacaan yang diajarkan Nabi saw. kepada kita ialah tasbih, yaitu ucapan “Subhanallah” (Maha Suci Allah).
Maksudnya ialah, bahwa Allah Maha Suci atau Maha Bebas dari setiap pikiran
manusia yang negatif mengenai Dia. Misalnya, dalam Al-Qur’an dilukiskan bahwa
orang-orang yang mempunyai ilmu yang dalam (ulu
al-albab) selalu ingat kepada Allah setiap saat (ketika berdiri, duduk,
maupun berbaring) dan sekaligus memperhatikan serta merenungkan kejadian alam
raya. Karena perhatian dan renungannya yang mendalam itu, orang tersebut samapi
kepada seruan kesimpulan:”Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan alam raya
ini secara sia-sia (bathil), Maha
Suci Engkau! Maka hindarkanlah kami dari siksa neraka” ( surat Ali-Imron: 191).
Seorang yang mempunyai ilmu yang dalam (ulu al-albab) itu me-Maha sucikan Allah dari kemungkinan
menciptakan alam ini sia-sia. Dan apabila ada orang yang mengatakan bahwa Allah
menciptakan alam ini sia-sia, tanpa makna maka pikiran negatif tentang Tuhan,
maka ucapan “Maha Suci Engkau” adalah juga berarti me-Mahasucikan Allah dari
setiap gambaran atau pikiran negatif tentang Dia. Implikasinya ialah, bahwa
justru seorang Mu’min dengan ucapan Subhanallah
itu, berusaha membebaskan dirinya dari setiap pikiran negatif tentang Tuhan.
Oleh karena itu, rantai untaian kalimat tasbih ialah tahmid,
yaitu bacaan alhamdulillah (segala
puji bagi Allah). Bacaan ini mengandung makna penegasan setiap mu’min jangan
sampai berpikir negatif tentang Tuhan, bahkan sebaiknya harus selalu berpikir
positif tentang Dia. Dengan memuji syukur kepada Allah atas segala sesuatu yang
telah dianugerahkan pada manusia, akan mendidiknya untuk selalu mempunyai
pandangan yang penuh apresiasi dan rasa optimis kepada Allah atas segala
takdir-Nya. Dengan memahami dan meresapkan makna tasbih, kemudian diiringi dan
digandeng dengan tahmid, maka akan dapat menanamkan dalam jiwa sikap yang
positif, optimis, dan penuh harapan kepada Allah bagi masa depan.
Ucapan tasbih dan tahmid adalah dapat menjadi sumber
kekuatan rohani dalam menghadapi hidup ini. Dengan pandangan yang positif dan
optimis kepada Allah, seorang mu’min memperoleh sumber energi dan kegairahan
hidup ini pada akhirnya akan membuat lebih mampu mengatasi problema kehidupan.
Karena itu, iman kepada Allah membuat seseorang akan menjadi tabah, dan tidak
mudah patah semangat dalam perjalanan hidup ini.
Maka tasbih dan tahmid itu berlangsung dikaitkan pula dengan
takbir, yaitu ucapan Allahuakbar
(Allah Maha Besar). Dengan ucapan itu, sebgaimana sudah banyak dipahami orang,
akan menanamkan tekad untuk mengarungi lautan hidup ini. Seolah-olah hendak
menyatakan: semua halangan, betapapun besarnya, dapat diatasi dengan hidayah
dan inayah Allah Yang Maha Besar. Inilah antara lain janji Allah “Barangsiapa
bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mebukakan jalan keluar baginya.” (Q.S.
at-Talaq: 2).
3. Nilai Positif Husnudz-dzan
1)
Melahirkan
kesadaran bagi manusia, bahwa segala sesuatu di alam semesta ini berjalan
sesuai dengan aturan dan hukum yang telah ditetapkan dengan pasti oleh Allah.
Oleh karena itu manusia harus memperlajari, meneliti, merenungkan, memahami,
dan mematuhi ketetapan Allah, supaya dapat mencapai keberhasilan baik di dunia
maupun di akhirat.
2)
Mendorong
manusia untuk beramal dengan sungguh-sungguh untuk mencapai kehidupan yang
lebih baik dan mengikuti hukum sebab akibat (sunatullah) yang berlaku dan
ditetapkan Allah.
3)
Mendorong
manusia untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah yang kekuasaan-Nya bersifat
mutlak dan kehendak yang mutlak juga, di samping memiliki kebijaksanaan,
keadilan, dan kasih sayang kepada makhluk-Nya.
4)
Menumbuhkan
sikap tawakal dalam diri manusia, karena menyadari bahwa manusia hanya bisa
berusaha dan berdoa sedangkan hasilnya diserahkan kepada Allah sebagai Dzat
yang menciptakan dan mengatur kehidupan manusia.
5) Sikap husnudz-dzan membuat jiwa menjadi tenang
dan tentram, karena menyakini apapun yang terjadi adalah atas kehendak Allah.
Di saat memperoleh kebahagiaan dan nikmat dia segera bersyukur kepada Allah. Dan tidak memiliki kesombongan karena
semuanya itu diperoleh atas izin Allah. Di saat mendapat musibah dan kerugian
akan bersabar karena menyakini
semuanya itu karena kesalahannya sendiri dan karena cobaan dan ujian dari Allah
yang kelak akan mendatangkan kebaikan dan kemaslahatan.
4. Membina Sikap Husnudz-dzan
Dalam
realita kehidupan, cukup banyak manusia yang justru mempunyai pikiran dan keinginan
yang berbeda dengan tuntunan yang benar. Keinginan manusia yang berbeda atau
bertolak belakang dengan kehendak Allah. Manusia cenderung mengikuti hawa
nafsunya dan sering tanpa ia sadari muncul pikiran dan tingkah laku yang
dirasakan benar namun justru tidak dibernarkan dalam agama. Sebagimana contoh
ia mengeluh kepada Allah dengan ucapan
“ya Allah, mengapa saya sudah rajin sholat, tetapi rezki yang kami
harapkan tidak juga kau tunjukkan”, sikap semacam ini akan melahirkan sikap
su’udzan kepada Allah. Karena itu apabila tidak segera dicarikan jalan keluar
dengan cara merubah keinginan manusia untuk disesuaikan dengan kehendak Allah,
maka akan melahirkan malapetaka dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Manusia
harus berhusnudzan bahwa Allah hanya memberikan apa yang terbaik bagi
hamba-Nya. Jangan mencari jalan lain yang hanya memuaskan nafsu sesaat, tetapi
melupakan kebenaran yang akan membawa keselamatan. Segala sesuatu yang berasal
dari Allah pasti baik, sekalipun pada saat itu manusia belum dapat mengambil
kebaikan yang ada di dalamnya. Tetapi setelah itu niscaya manusia akan dapat
mengetahui dan merasakan hikmah suatu kejadian. Setiap manusia perlu menyadari,
bahwa tidak semua yang dianggap baik oleh manusia, belum tentu baik di hadapan
Allah. Manusia harus sadar boleh jadi apa yang dibenci adalah baik bagi
dirinya. Manusia terlalu banyak memiliki keterbatasan, termasuk dalam menilai,
memilih, dan menetapkan sesuatu pilihan yang tidak dipikirkan secara mendalam.
Contoh
sebagaimana sikap sebagian orang beriman terhadap perintah sholat. Secara umum
manusia menganggap sholat adalah kewajiban yang cenderung sebagi beban bagi
orang yang beriman dan bukan sebagai kebutuhan. Sehingga banyak di antara
mereka yang menunaikan sholat sekedar menggugurkan kewajiban, itupun terasa
berat, apalagi harus mengerjakan limakali sehari semalam, belum lagi ditambah
sholat-sholat sunnah yang disyariatkan. Dan sedikit orang yang berkeyakinan
bahwa”ibadah sholat selain sebagai kewajiban, kebutuhan juga sebagai peluang
atau “hadiah” yang diberikan oleh Allah kepada orang beriman untuk
berkomunikasi langsung dalam posisi yang sangat dekat”. Dalam sholat itu,
manusia mengajukan berbagai do’a dan permohonan kepada Allah swt. Jadi, sholat
adalah untuk kepentingan dan kemaslahatan manusia, bukan untuk kepentingan
Allah swt. manusia yang membutuhkannya bukan Tuhan yang butuh manusia.
Hendaklah
direnungkan secara sungguh-sungguh bahwa semua hukum dan kewajiban yang
diberikan Allah kepada orang beriman adalah untuk kepentingan manusia itu
sendiri, bukan untuk kepentingan Tuhan. Taat dan berserah dirilah hanya kepada
Allah, dan berhusnudz-dzan kepada-Nya, gantungkan diri dan tundukkan diri hanya
kepada Allah, niscaya Dia akan menolong dan membimbing hamba-Nya ke jalan yang
benar.
keren gan blognya, Keep update dan sukses selalu
ReplyDelete