Saturday, September 6, 2014

Bismillahirrohmanirrohim 
(dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)

1.      Pengertian Husnudz-dzan
Secara bahasa husnudz-dzan berasal dari dua kata yaitu “husnu” (baik) dan “dzanni” (sangka), dengan demikian kata tersebut memiliki arti berbaik sangka. Secara istilah husnudzan diartikan berbaik sangka terhadap segala ketentuan dan ketetapan Allah yang diberikan kepada manusia.

2.      Kriteria Husnudz-dzan
Diantara bacaan yang diajarkan Nabi saw. kepada kita ialah tasbih, yaitu ucapan “Subhanallah” (Maha Suci Allah). Maksudnya ialah, bahwa Allah Maha Suci atau Maha Bebas dari setiap pikiran manusia yang negatif mengenai Dia. Misalnya, dalam Al-Qur’an dilukiskan bahwa orang-orang yang mempunyai ilmu yang dalam (ulu al-albab) selalu ingat kepada Allah setiap saat (ketika berdiri, duduk, maupun berbaring) dan sekaligus memperhatikan serta merenungkan kejadian alam raya. Karena perhatian dan renungannya yang mendalam itu, orang tersebut samapi kepada seruan kesimpulan:”Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan alam raya ini secara sia-sia (bathil), Maha Suci Engkau! Maka hindarkanlah kami dari siksa neraka” ( surat Ali-Imron: 191).
Seorang yang mempunyai ilmu yang dalam (ulu al-albab) itu me-Maha sucikan Allah dari kemungkinan menciptakan alam ini sia-sia. Dan apabila ada orang yang mengatakan bahwa Allah menciptakan alam ini sia-sia, tanpa makna maka pikiran negatif tentang Tuhan, maka ucapan “Maha Suci Engkau” adalah juga berarti me-Mahasucikan Allah dari setiap gambaran atau pikiran negatif tentang Dia. Implikasinya ialah, bahwa justru seorang Mu’min dengan ucapan Subhanallah itu, berusaha membebaskan dirinya dari setiap pikiran negatif tentang Tuhan.
Oleh karena itu, rantai untaian kalimat tasbih ialah tahmid, yaitu bacaan alhamdulillah (segala puji bagi Allah). Bacaan ini mengandung makna penegasan setiap mu’min jangan sampai berpikir negatif tentang Tuhan, bahkan sebaiknya harus selalu berpikir positif tentang Dia. Dengan memuji syukur kepada Allah atas segala sesuatu yang telah dianugerahkan pada manusia, akan mendidiknya untuk selalu mempunyai pandangan yang penuh apresiasi dan rasa optimis kepada Allah atas segala takdir-Nya. Dengan memahami dan meresapkan makna tasbih, kemudian diiringi dan digandeng dengan tahmid, maka akan dapat menanamkan dalam jiwa sikap yang positif, optimis, dan penuh harapan kepada Allah bagi masa depan.
Ucapan tasbih dan tahmid adalah dapat menjadi sumber kekuatan rohani dalam menghadapi hidup ini. Dengan pandangan yang positif dan optimis kepada Allah, seorang mu’min memperoleh sumber energi dan kegairahan hidup ini pada akhirnya akan membuat lebih mampu mengatasi problema kehidupan. Karena itu, iman kepada Allah membuat seseorang akan menjadi tabah, dan tidak mudah patah semangat dalam perjalanan hidup ini.
Maka tasbih dan tahmid itu berlangsung dikaitkan pula dengan takbir, yaitu ucapan Allahuakbar (Allah Maha Besar). Dengan ucapan itu, sebgaimana sudah banyak dipahami orang, akan menanamkan tekad untuk mengarungi lautan hidup ini. Seolah-olah hendak menyatakan: semua halangan, betapapun besarnya, dapat diatasi dengan hidayah dan inayah Allah Yang Maha Besar. Inilah antara lain janji Allah “Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mebukakan jalan keluar baginya.” (Q.S. at-Talaq: 2).

3.      Nilai Positif Husnudz-dzan
1)      Melahirkan kesadaran bagi manusia, bahwa segala sesuatu di alam semesta ini berjalan sesuai dengan aturan dan hukum yang telah ditetapkan dengan pasti oleh Allah. Oleh karena itu manusia harus memperlajari, meneliti, merenungkan, memahami, dan mematuhi ketetapan Allah, supaya dapat mencapai keberhasilan baik di dunia maupun di akhirat.
2)      Mendorong manusia untuk beramal dengan sungguh-sungguh untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan mengikuti hukum sebab akibat (sunatullah) yang berlaku dan ditetapkan Allah.
3)      Mendorong manusia untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah yang kekuasaan-Nya bersifat mutlak dan kehendak yang mutlak juga, di samping memiliki kebijaksanaan, keadilan, dan kasih sayang kepada makhluk-Nya.
4)      Menumbuhkan sikap tawakal dalam diri manusia, karena menyadari bahwa manusia hanya bisa berusaha dan berdoa sedangkan hasilnya diserahkan kepada Allah sebagai Dzat yang menciptakan dan mengatur kehidupan manusia.
5)      Sikap husnudz-dzan membuat jiwa menjadi tenang dan tentram, karena menyakini apapun yang terjadi adalah atas kehendak Allah. Di saat memperoleh kebahagiaan dan nikmat dia segera bersyukur kepada Allah. Dan tidak memiliki kesombongan karena semuanya itu diperoleh atas izin Allah. Di saat mendapat musibah dan kerugian akan bersabar karena menyakini semuanya itu karena kesalahannya sendiri dan karena cobaan dan ujian dari Allah yang kelak akan mendatangkan kebaikan dan kemaslahatan.

4.      Membina Sikap Husnudz-dzan
Dalam realita kehidupan, cukup banyak manusia yang justru mempunyai pikiran dan keinginan yang berbeda dengan tuntunan yang benar. Keinginan manusia yang berbeda atau bertolak belakang dengan kehendak Allah. Manusia cenderung mengikuti hawa nafsunya dan sering tanpa ia sadari muncul pikiran dan tingkah laku yang dirasakan benar namun justru tidak dibernarkan dalam agama. Sebagimana contoh ia mengeluh kepada Allah dengan ucapan  “ya Allah, mengapa saya sudah rajin sholat, tetapi rezki yang kami harapkan tidak juga kau tunjukkan”, sikap semacam ini akan melahirkan sikap su’udzan kepada Allah. Karena itu apabila tidak segera dicarikan jalan keluar dengan cara merubah keinginan manusia untuk disesuaikan dengan kehendak Allah, maka akan melahirkan malapetaka dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Manusia harus berhusnudzan bahwa Allah hanya memberikan apa yang terbaik bagi hamba-Nya. Jangan mencari jalan lain yang hanya memuaskan nafsu sesaat, tetapi melupakan kebenaran yang akan membawa keselamatan. Segala sesuatu yang berasal dari Allah pasti baik, sekalipun pada saat itu manusia belum dapat mengambil kebaikan yang ada di dalamnya. Tetapi setelah itu niscaya manusia akan dapat mengetahui dan merasakan hikmah suatu kejadian. Setiap manusia perlu menyadari, bahwa tidak semua yang dianggap baik oleh manusia, belum tentu baik di hadapan Allah. Manusia harus sadar boleh jadi apa yang dibenci adalah baik bagi dirinya. Manusia terlalu banyak memiliki keterbatasan, termasuk dalam menilai, memilih, dan menetapkan sesuatu pilihan yang tidak dipikirkan secara mendalam.
Contoh sebagaimana sikap sebagian orang beriman terhadap perintah sholat. Secara umum manusia menganggap sholat adalah kewajiban yang cenderung sebagi beban bagi orang yang beriman dan bukan sebagai kebutuhan. Sehingga banyak di antara mereka yang menunaikan sholat sekedar menggugurkan kewajiban, itupun terasa berat, apalagi harus mengerjakan limakali sehari semalam, belum lagi ditambah sholat-sholat sunnah yang disyariatkan. Dan sedikit orang yang berkeyakinan bahwa”ibadah sholat selain sebagai kewajiban, kebutuhan juga sebagai peluang atau “hadiah” yang diberikan oleh Allah kepada orang beriman untuk berkomunikasi langsung dalam posisi yang sangat dekat”. Dalam sholat itu, manusia mengajukan berbagai do’a dan permohonan kepada Allah swt. Jadi, sholat adalah untuk kepentingan dan kemaslahatan manusia, bukan untuk kepentingan Allah swt. manusia yang membutuhkannya bukan Tuhan yang butuh manusia.
Hendaklah direnungkan secara sungguh-sungguh bahwa semua hukum dan kewajiban yang diberikan Allah kepada orang beriman adalah untuk kepentingan manusia itu sendiri, bukan untuk kepentingan Tuhan. Taat dan berserah dirilah hanya kepada Allah, dan berhusnudz-dzan kepada-Nya, gantungkan diri dan tundukkan diri hanya kepada Allah, niscaya Dia akan menolong dan membimbing hamba-Nya ke jalan yang benar.

1 comment: